Rabu, 11 Mei 2011

Lembaga keuangan indonesia (perekonomian Indonesia)

Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintahan. Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar utang yang bertanggungjawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga risiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Struktur lembaga keuangan di Indonesia dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.         Lembaga keuangan depository adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan
2.         Lembaga keuangan non depository adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat namun tidak berbentuk lembaga perbankan
Pada pasar finansial beroperasi berbagai lembaga keuangan (financial institutions). Keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut dimaksudkan agar proses alokasi tabungan ke pihak-pihak yang memerlukan untuk investasi bisa lebih efisien. Secara keseluruhan lembaga-lembaga keuangan yang ada dalam sistem keuangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
A.        Sistem moneter
1.         Otoritas moneter
à         Bank Sentral
2.         Bank pencipta uang giral
à         Bank umum disebut sebagai bank pencipta uang giral karena bank umum dapat menerima giro dan menerbitkan cheque
B.        Luar sistem moneter
1.         Bank bukan pencipta uang giral
à         Bank perkreditan rakyat tidak dapat menerima giro dan menerbitkan cheque sehingga disebut sebagai bukan pencipta uang giral
2.         Lembaga pembiayaan
à         Perusahaan modal ventura         
à         Perusahaan sewa guna                        
à         Perusahaan anjak piutang           
à         Perusahaan kartu kredit
à         Perusahaan pembiayaan konsumen
à         Perusahaan pegadaian, telah banyak digunakan oleh perusahan-perusahaan kecil tetapi karena keterbatasan maksimum pinjaman yang diberikan menyebabkan lebih banyak dipergunakan oleh para pengusaha kecil atau bahkan konsumen
3.         Perusahaan asuransi
à         Asuransi sosial
à         Asuransi jiwa
à         Asuransi kerugian
à         Reasuransi
à         Broker asuransi
à         Broker reasuransi
à         Penilai kerugian asuransi
à         Konsultan aktuaria
4.         Dana pensiun
à         Dana pensiun pemberi kerja
à         Dana pensiun lembaga keuangan
5.         Lembaga di bidang pasar modal
à         Bursa efek
à         Lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan
à         Perusahaan reksa dana
à         Perusahaan efek
-           Penjamin emisi
-           Pedagang perantara
-           Manajer investasi
à         Lembaga penunjang pasar modal
-           Biro administrasi efek
-           Tempat penitipan harta
-           Wali amanat
6.         Lainnya
à         Pialang pasar uang
Perusahaan tidak harus menghubungi bank umum pada saat memerlukan tambahan dana (meskipun harus diakui bahwa bank umum masih merupakan lembaga yang terbanyak dalam menyalurkan dana). Dalam memilih lembaga keuangan perusahaan perlu memperhatikan dua unsur utama, yaitu:
1.         Biaya dan persyaratan untuk memperoleh dana tersebut
2.         Jangka waktu dana bisa dipergunakan
Di samping itu, dengan adanya pasar keuangan memungkinkan perusahaan menginvestasikan dana yang belum diperlukan untuk investasi-investasi jangka pendek. Investasi jangka pendek tersebut hendaknya di samping mempunyai sifat aman juga mudah dicairkan (likuid). Kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter juga akan mempengaruhi keputusan-keputusan keuangan.
Dalam pasar keuangan tersebut, di samping beroperasi berbagai lembaga keuangan tercipta berbagai instrumen keuangan. Sebagian besar instrumen-instrumen keuangan tersebut tidak bisa diperjualbelikan (not negotiable instruments). Meskipun demikian, terdapat juga instrumen-instrumen keuangan yang bisa diperjualbelikan (dan karenanya harganya berubah-ubah), yang disebut sebagai negotiable instruments.

 http://www.manajemenkeuangan10.co.cc/2011/03/lembaga-keuangan-di-indonesia.html<br />

Kebijakan Moneter Indonesia (perekonomian indonesia)

Dengan adanya ancaman nilai tukar Rupiah yang terus melemah, pemerintah melakukan kebijakan untuk meredam arus depresiasi Rupiah sehingga nilai tukarnya tidak semakin anjlok. Pemerintah membentuk sebuah tim yang terdiri dari Boediono (Gubernur Bank BI), Sri Mulyani (Menko Perekonomian), serta Miranda S. Goeltoem (Deputi Gubernur Senior BI) untuk menanggulangi krisis global tersebut. Dalam merumuskan langkah-langkah, tiga ekonom tersebut menilai bahwa sector moneter adalah sector paling urgent untuk diselamatkan. Maka dari itu, BI pun secara bertahap mulai menaikkan tingkat suku bunganya sejak bulan Mei 2008. Kebijakan ini banyak menuai kritik dari kalangan ekonom maupun pengusaha di media massa. Mereka menilai justru kenaikan BI rate akan memperlemah sektor riil ekonomi Indonesia karena bunga kredit akan membebani dunia usaha. Selain itu, langkah yang ditempuh BI dalam menaikkan tingkat suku bunga ini juga berbeda dengan kebijakan yang dilakukan oleh negara-negara lain. Umumnya dalam kondisi krisis, negara-negara di dunia terutama Amerika Serikat melalui Federal Reserve dan negara-negara di Eropa melakukan kebijakan moneter dengan menurunkan tingkat suku bunga. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan tingkat pemberian kredit kepada dunia usaha sehingga mendorong sektor riil dapat tetap tumbuh yang pada akhirnya akan memperkuat perekonomian nasional.

Pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan jaminan atas deposito hingga senilai dua milyar dan juga menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM). Hal ini terutama untuk menyerap dana dari masyarakat dan meningkatkan likuiditas perbankan.
Langkah-langkah lain yang ditempuh BI bersama pemerintah adalah:
• Pada tanggal 16 September 2008, BI meneluarkan kebijakan untuk menjaga kecukupan likuiditas di industri perbankan yang terdiri atas: menurunkan O/N Repo Rate dari semula BI Rate plus 300 bps menjadi BI Rate plus 100 bps, menyesuaikan FASBI Rate dari semula BI Rate minus 200 bps menjadi BI Rate minus 100 bps, dengan demikian koridor suku bunga O/N akan menjadi simetris dengan BI Rate ± 100 bps
• Pada tanggal 23 September 2008 BI Perpanjangan jangka waktu FTO oleh BI untuk membantu manajemen likuiditas perbankan
• Pada tanggal 9 Okt 2008 BI melakukan Perubahan Ketentuan dalam Pencatatan Efek Bersifat Hutang
• Pada tanggal 13 Okt 2008 pemerintah mengeluarkan Perppu tentang BI dan LPS
10 Langkah SBY
Pada Sidang Kabinet Paripurna hari Senin, 06 Oktober 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan 10 langkah yang harus ditempuh oleh Indonesia dalam menghadapi krisis yang mengancam perekonomian Indonesia.
Pertama, Presiden meminta agar dalam menghadapi krisis global, semua stakeholder harus terus memupuk rasa optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjaga kepercayaan masyarakat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi sebesar 6% harus terus dipertahankan dengan terus mencari peluang ekspor dan investasi, serta mengembangkan perekonomian domestik.
Ketiga, mengoptimalkan APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan ‘social safety net’, dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan, yaitu infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM. Selain itu, efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk peruntukan konsumtif juga harus dilakukan.
Keempat, kalangan dunia usaha harus tetap mendorong sektor riil agar dapat bergerak dengan dorongan BI dan perbankan nasional harus membangun sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil. Sedangkan pemerintah akan memberikan insentif dan kemudahan secara proporsional.
Kelima, yang diperintahkan Presiden yaitu semua pihak agar lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena pengaruh krisis keuangan AS.
Keenam, menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
Ketujuh, memperkuat kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan serta sektor swasta, sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat
Kedelapan, Presiden juga mengajak semua kalangan untuk menghindari sikap ego-sentris dan memandang remeh masalah – business as usual – yang dihadapi. Menurutnya, dalam menghadapi permasalahan semua pihak memiliki porsi masing-masing untuk bersama-sama menyelesaikan masalah. Kesemuanya harus bekerja sama dan tidak boleh saling mengandalkan.
Kesembilan, Kepala Negara mengingatkan 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan upaya menghadapi krisis keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non partisan serta mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.
Hal yang terakhir atau poin kesepuluh semua pihak diharapkan melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat. Tak hanya pemerintah dan kalangan pengusaha serta perbankan, Kepala Negara juga memandang peran pers dalam hal ini sangat penting karena memiliki akses informasi pada masyarakat.
(http://thestory4u.wordpress.com/2010/09/16/kebijakan-moneter-indonesia-pasca-krisis-subprime-mortgage-di-us/)

Kemiskinan (perekonomian Indonesia)

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan bias dikelompokan dalam dua kategori. yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Penyebab kemiskian di Indonesia terdapat beberapa alasan yaitu:
§ Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
§ Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
§ Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
§ Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
§ Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Pada akhir tahun tujuh puluhan orang mengenal istilah stagflation (stagnation and  inflation), di mana inflasi terjadi berbarengan dengan stagnasi. Dewasa ini Indonesia menghadapi dua kondisi yang terjadi secara simultan yang sifatnya antagonistis, yakni pertumbuhan ekonomi berlangsung serentak dan kemiskinan.

Dari satu segi, kondisi makro ekonomi berada dalam keadaan yang cukup meyakinkan. Tingkat inflasi relatif cukup terkendali pada tingkat satu digit, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat bunga lumayan rendah dan cadangan devisa cukup tinggi untuk dapat menjamin import dalam waktu sedang, investasi cukup tinggi (angka-angkanya boleh dilihat sendiri dalam Laporan BPS, Laporan Bank Indonesia dan Nota Keuangan).

Tetapi dari segi mikro, pengangguran dan kemiskinan makin meningkat. Urbanisasi meningkat terutama dari kelompok miskin dan pengemis. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga disemua kota-kota besar seluruh Indonesia. Semua ini menandakan adanya kemiskinan dan sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.
 
Dibandingkan dengan banyak negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rendah. Bahkan ketika krisis keuangan global yang menimpa hampir semua negara, sebagai akibat dari krisis kredit perumahan (prime morgate loans) di Amerika, yang bermula pada tahun 2006 sampai tahun 2009, ekonomi Indonesia tidak mengalami goncangan yang berarti.

Kemampuan untuk meredam akibat dari keuangan ini dapat terjadi berkat kebijakan makro ekonomi yang hati-hati dan tepat, di samping kondisi keterbukaan yang memangnya tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.
Kemampuan Indonesia bertahan terhadap krisis keuangan tersebut menimbulkan keyakinan rakyat pada kemampuan pemerintah SBY Periode I, sehingga dapat memenangkan Pemilihan Umum untuk Priode II. Sayangnya keberhasilan dalam bidang ekonomi pada tataran makro ini tidak mampu menekan tingkat kemiskinan yang sejak lama sudah berlangsung.

Selama masa yang panjang, sejak beberapa dekade yang lalu, di Indonesia berlangsung proses pemiskinan desa secara berkelanjutan. Dalam Era Orde Baru dikenal kebijaksanaan peningkatan ekspor non-migas. Sub-sektor industri non migas ini menjadi prioritas utama. Berbagai fasilitas diberikan kepadanya, termasuk hak untuk membayar upah buruh rendah.

Upah buruh murah ini memang telah menjadi trade mark Indonesia dalam promosi penarikan modal asing. Asumsi yang dipakai, bahwa dengan upah buruh yang murah, maka harga pokok barang-barang yang diproduksi akan murah. Dengan demikian, produk eksport Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi. Padahal, meskipun harga pokok mempunyai korelasi dengan daya saing, karena barang dapat dijual dengan harga murah, tetapi daya saing suatu barang tidak sekadar ditentukan oleh harga (pokok), tetapi juga oleh kualitas barang, teknik marketing , politik/ diplomasi dan lain-lain.

Agar buruh (termasuk PNS) dapat hidup, maka harga bahan makanan harus dapat dipertahankan rendah. Inilah yang menjadi tugas pokok Bulog sejak waktu itu. Jika harga bahan makanan dalam negeri naik, Bulog segera harus mengimpor dari luar negeri. Rendahnya harga bahan makanan yang note bene hasil produksi petani, mengakibatkan terjadinya proses pemiskinan petani di daerah pedesaan secara berkelanjutan.

Perbedaan dua kondisi yang yang berlangsung secara terus menerus tersebut selama masa yang panjang telah mengakibatkan semakin melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk di Indonesia. Hal yang perlu diindahkan adalah, jika ketimpangan pendapatan antar penduduk sudah sangat lebar, akan terdapat kecenderungan mengaburnya pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran dari pembangunan. Artinya, setiap kita melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan per kapita, sulit dirasakan, pada saat yang sama boleh jadi sedang berlangsung proses pemiskinan.

Sebagai contoh dari keadaan ini dapat ditunjukkan dengan angka-angka sederhana  sebagai berikut:

Jika misalnya, suatu negara berpenduduk 100 juta orang, terdapat 5% penduduk dengan pendapatan rata-rata US$ 300.000 per tahun, sementara 95% lainnya berpendapatan US $ 3000 per tahun (setingkat pendapatan rata-rata Indonesia sekarang). Andaikan, jika golongan penduduk kaya yang 5% itu naik pendapatannya 10% per tahun, sementara golongan menengah ke bawah yang 95% itu mengalami penurunan pendapatan per tahun sebesar 20%, akan terjadi kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 5,21%. Hal ini dapat ditunjukan dengan perhitungan sederhana seperti berikut.

1. Total pendaptan semula adalah:
a. 5 Juta X US$ 300.000 = US$ 1.500.000
b. 95 Juta X US$ 3.000 = US$ 285.000
Total pendaptan US$ 1.785.000

2. Kalau kemudian terjadi kenaikan pendapatan 10% dari golongan kaya (5%), dan   pendaptan golongan miskin turun 20%, maka akan terlihat:

a. Total pendapatan penduduk kaya yang 5% menjadi = US$ 1.500.000 + US$ 150.000 = US$ 1.650.000
b. Total pendapatan penduduk menengah dan miskin yang 95% adalah = US$ 285.000 - US$ 57.000 = US$ 228.000.

3. Total pendapatan nasional baru adalah = US$ 1.650.000 + US$ 228.000 = US$ 1.878.000. Ini berarti telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar =

US$ 1878.000 – US$ 1.785.000 =  US$ 93.000 atau sama dengan (93.000 / 1.785.00)   x 100% = 5,21%.

Dengan demikian dapat dipahami mengapa meskipun kita mengalami kenaikan pendapatan per kapita setiap tahun sekitar 5 - 6%, kemiskinan dalam masyarakat makin bertambah. Inilah barangkali yang dapat disebutkan sebagai growth with poverty atau bisa kita singkat sebagai groverty, atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut sebagai pertumbuhan dengan kemiskinan atau disingkat sebagai pertumkin. Meskipun contoh tersebut memang dikemukakan secara agak menyolok, tetapi bagaimanapun, inilah yang sedang terjadi di Indonesia dewasa ini.

Akibat dari keadaan ini tidak mengherankan, kalau di satu pihak ada yang mengklaim bahwa proses pembangunan nasional berjalan mulus, ditandai dengan kenaikan pendapatan per kapita tiap tahun. Di lain pihak ada yang menuduh, pembangunan ekonomi gagal karena tidak dapat menghilangkan kemiskinan.

Singkatnya, yang menjadi masalah adalah melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk dalam masyarakat, yang tidak sepenuhnya dapat ditunjukkan hanya dengan  menggunakan indeks gini ratio. Untuk mengatasinya, diperlukan adanya pengamatan yang lebih seksama di lapangan dan kebijakan yang bersifat affirmatif memihak kepada golongan miskin, terutama kepada mereka yang ada di pedesaan.(http://mukomukokab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=83:pertumbuhan-ekonomi-dan-kemiskinan-di-indonesia-&catid=25:berita-terbaru&Itemid=80)