Minggu, 18 Maret 2012

Tulisan 1 (Aspek hukum dalam ekonomi)

Hukum Investasi

Sumber Hukum :

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 590/MPP/Kep/10/1999


1.     Terhadap semua jenis industri dalam Kelompok Industri Kecil sebagaimana dimaksud, dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya dibawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali bila dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan.

2.     Terhadap semua jenis industri dalam Kelompok Industri Kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI.


3.     Terhadap semua jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh IUI.


Untuk memperoleh IUI diperlukan Tahap Persetujuan Prinsip atau Tanpa Melalui Tahap Persetujuan Prinsip.

1.     Persetujuan Prinsip diberikan kepada Perusahaan Industri untuk langsung dapat melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan.

2.     Persetujuan Prinsip bukan merupakan izin untuk melakukan produksi komersial.

IUI yang Melalui Tahap Persetujuan Prinsip diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti antara lain Izin Lokasi, Undang-Undang Gangguan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi serta telah siap berproduksi.


Bagi Perusahaan Industri yang :

a.     Jenis industrinya tidak tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 tentang Penetapan Jenis dan Komoditi Industri Yang Proses Produksinya Tidak Merusak Ataupun Membahayakan Lingkungan Serta Tidak Menggunakan Sumber Daya Alam Secara Berlebihan; atau

b.     Tidak berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat, untuk memperoleh IUI harus melalui Tahap Persetujuan Prinsip.


TATA CARA PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP

Permintaan Persetujuan Prinsip diajukan langsung oleh Pemohon kepada Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan.

a.     Setelah Formulir diterima secara lengkap dan benar, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP. yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja wajib memberikan Persetujuan Prinsip.
b.     Terhadap permintaan Persetujuan Prinsip yang diterima, tetapi tidak lengkap atau belum benar, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima Permintaan Persetujuan Prinsip wajib menolak untuk memberikan Persetujuan Prinsip
c.     Terhadap permintaan Persetujuan Prinsip yang ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permintaan Persetujuan Prinsip, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan wajib mengeluarkan Surat Penolakan.
d.     Persetujuan Prinsip dapat diubah sesuai dengan permintaan dari yang  bersangkutan.
e.     Persetujuan Prinsip berlaku selama jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal Persetujuan Prinsip diterbitkan.
f.      Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kepada Pejabat yang mengeluarkan Persetujuan Prinsip tentang kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Jenis Industri yang bersangkutan.
g.     Persetujuan Prinsip batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 4 (empat) tahun pemohon/pemegang Persetujuan Prinsip tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memperoleh IUI.


Bagi Perusahaan Industri yang :

a.     Berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat yang memiliki Izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan tanpa melalui tahap Persetujuan Prinsip setelah memenuhi ketentuan yang berlaku di Kawasan Industri/Kawasan Berikat tetapi wajib membuat Surat Pernyataan;
b.     Jenis industrinya tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995, yang berlokasi di dalam atau di luar Kawasan Industri/Kawasan Berikat yang memiliki izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan Tanpa Melalui Tahap Persetujuan Prinsip, tetapi wajib membuat Surat Pernyataan.


Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud wajib memuat ketentuan mengenai kesediaan perusahaan industri antara lain untuk :

a.     Tidak berproduksi komersial sebelum memenuhi segala persyaratan dari Instansi lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.     Menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi selambat-lambatnya 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal IUI diterbitkan;
c.     Menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas Surat Pernyataan yang telah dibuatnya.

TATA CARA PERMINTAAN IUI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP

a.     Permintaan IUI bagi jenis industri yang pemberian IUI Tanpa Melalui Tahap Persetujuan Prinsip, dilakukan hanya dengan membuat Surat Pernyataan dan mengisi Daftar Isian untuk Permintaan IUI yang diserahkan bersama-sama pada saat permintaan IUI diajukan.
b.     Diajukan langsung oleh Perusahaan Industri kepada Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan
c.     Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permintaan ijin secara lengkap dan benar, Ka. KANWIL atau Ka.KANDEP yang bersangkutan wajib memberikan IUI.
d.     Perusahaan Industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya kepada Pejabat yang mengeluarkan IUI dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Jenis Industri yang bersangkutan.
e.     Apabila pemegang IUI tersebut dalam jangka waktu selambat-lambatnya 4 (empat) tahun sejak diterbitkannya IUI tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, IUI tersebut batal dengan sendirinya.
f.      Bagi Perusahaan Industri yang IUI-nya batal dengan sendirinya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permintaan IUI yang baru


Perusahaan Industri yang melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan sesuai IUI yang dimiliki, wajib memperoleh Izin Perluasan

IUI dan Izin Perluasan untuk Perusahaan Penanaman Modal Asing masa berlakunya diberikan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing serta peraturan pelaksanaannya.


TATA CARA PERMINTAAN IZIN PERLUASAN

a.     Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI baik yang Melalui Tahap Persetujuan Prinsip maupun Tanpa Persetujuan Prinsip yang melakukan perluasan wajib memperoleh Izin Perluasan.
b.     Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI Melalui Tahap Persetujuan Prinsip, untuk memperoleh Izin Perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan lingkungan hidup.
c.     Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI Tanpa Melalui Tahap Persetujuan Prinsip dalam melakukan perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri.

Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI yang akan melaksanakan perluasan dalam lingkup jenis industri yang tercantum dalam IUI-nya, diizinkan untuk menambah kapasitas produksinya sebesar-besarnya 30% (tiga puluh persen) diatas kapasitas produksi yang diizinkan, tanpa memerlukan Izin Perluasan sepanjang jenis industrinya terbuka bagi Penanaman Modal.

Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI dapat melakukan perluasan tanpa terlebih dahulu memiliki Izin Perluasan, apabila melakukan perluasan yang tercakup dalam lingkup jenis industrinya melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan, yang hasil produksinya dimaksudkan untuk pasaran ekspor meskipun jenis industri tersebut dinyatakan tertutup bagi Penanaman Modal.

Setiap Perusahaan Industri yang melaksanakan perluasan wajib memberitahukan secara tertulis tentang kenaikan produksinya sebagai akibat dari kegiatan perluasan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak dimulainya produksi, kepada Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang memberikan IUI guna disahkan dengan Izin Perluasan oleh Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan.


TATA CARA PERMINTAAN TDI

a.     Setiap pendirian Perusahaan Industri yang nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha wajib memperoleh TDI.
b.     Perusahaan Industri yang telah memperoleh TDI, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkannya TDI wajib mendaftar dalam Daftar Perusahaan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
c.     Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperoleh TDI tidak diperlukan Tahap Persetujuan Prinsip.
d.     Permintaan TDI sebagaimmana dimaksud diajukan langsung kepada Ka. KANDEP setempat.
e.     Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Permintaan TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara benar dan lengkap, Ka. KANDEP yang bersangkutan wajib memberikan Tanda Daftar Industri


IUI, Izin Perluasan dan TDI berlaku selama Perusahaan Industri yang bersangkutan beroperasi.


PENOLAKAN/PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP


q  Terhadap Permintaan IUI yang diterima dan ternyata tidak memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut :

a.     Lokasi pabrik tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip;
b.     Jenis Industri tidak sesuai dengan Persetujuan Prinsip;
c.     Tidak menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) tiga kali berturut-turut;
d.     Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) wajib memberikan Surat Penolakan IUI disertai alasan-alasan dengan tembusan kepada Ka. KANDEP setempat bagi yang permintaan izinnya diajukan kepada Ka. KANWIL.

q  Terhadap Permintaan IUI yang diterima dan ternyata belum memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut :

a.     belum lengkapnya isian yang harus dipenuhi oleh pemohon
b.     belum memenuhi persyaratan lingkungan hidup berupa penyusunan upaya pengendalian dampak/pencemaran sebagai akibat kegiatan usaha industri terhadap lingkungan hidup dengan kewajiban memiliki Analisis Mengenai Dampak  Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL);
c.     belum memenuhi kewajiban melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,

Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), wajib memberikan Surat Penundaan IUI disertai alasan-alasan dengan tembusan kepada Ka. KANDEP setempat bagi yang permintaan izinnya diajukan kepada Ka. KANWIL.

Terhadap Surat Penundaan IUI sebagaimana dimaksud, Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan IUI. Terhadap Perusahaan Industri yang tidak dapat memenuhi persyaratan dalam jangka waktu yang ditentukan Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan wajib memberikan Surat Penolakan permintaan IUI, dengan tembusan kepada Ka. KANDEP setempat bagi yang permintaan izinnya diajukan kepada Ka. KANWIL.

PENOLAKAN/PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IUI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP

Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan Izin wajib memberikan Surat Penolakan IUI disertai alasan-alasan.

Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian dan persyaratan, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permintaan Izin wajib memberikan Surat Penundaan IUI disertai alasan-alasan   dengan tembusan kepada Ka. KANDEP bagi yang permintaan izinnya diajukan kepada Ka. KANWIL.

Terhadap Surat Penundaan IUI, Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Surat Penundaan IUI. Terhadap Perusahaan yang tidak dapat melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam jangka waktu yang ditentukan, Ka. KANWIL atau Ka. KANDEP yang bersangkutan wajib memberikan Surat Penolakan Permintaan, dengan tembusan kepada Ka. KANDEP setempat bagi yang permintaan izinnya diajukan kepada Ka. KANWIL.

Terhadap Surat Penolakan IUI yang dikeluarkan oleh Ka. KANDEP, baik yang melalui Persetujuan Prinsip maupun yang Tanpa Melalui Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding kepada Ka. KANWIL dan bagi IUI yang dikeluarkan Ka. KANWIL permohonan banding diajukan kepada Direktur Jenderal Pembina Jenis Industri yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Surat Penolakan Izin.

Pejabat sebagaimana dimaksud wajib menerima atau menolak permohonan banding secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan banding.

Bagi Perusahaan Industri yang ditolak Permintaan IUI-nya pada tingkat banding, dapat mengajukan kembali permintaan IUI baru.

PENOLAKAN/PENUNDAAN PERMINTAAN TDI

Terhadap Permintaan TDI yang diterima dan ternyata jenis industrinya berbeda dengan jenis industri dalam Formulir isian yang diajukan, Ka. KANDEP yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak ditemukannya perbedaan jenis industri tersebut, wajib memberikan Surat Penolakan TDI disertai alasan-alasan.

Terhadap permintaan TDI yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian dan persyaratan, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permintaan TDI, wajib mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasan-alasan

Terhadap Surat Penundaan, Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi isian Formulir yang diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Surat Penundaan.

Terhadap Perusahaan Industri yang tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Ka. KANDEP yang bersangkutan wajib mengeluarkan Surat Penolakan Permintaan TDI

Terhadap Surat Penolakan Permintaan TDI yang dikeluarkan oleh Ka. KANDEP, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding kepada Ka. KANWIL yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima Surat Penolakan Permintaan TDI.

Ka. KANWIL yang bersangkutan wajib menerima atau menolak permohonan banding secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan banding.


PERINGATAN, PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Perusahaan Industri diberikan peringatan secara tertulis apabila :

a.     Melakukan perluasan tanpa memiliki Izin Perluasan;
b.     Belum melaksanakan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan sebagaimana.
c.     Tidak menyampaikan Informasi Industri atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar;
d.     Melakukan pemindahan lokasi tanpa persetujuan tertulis dari Pejabat sebagaimana dimaksud.
e.     Menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran akibat kegiatan usaha industrinya terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan ini;
f.      Melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam IUI atau TDI yang telah diperolehnya;
g.     Adanya laporan atau pengaduan dari Pejabat yang berwenang ataupun pemegang Hak Atas Kekayaan Intelektual bahwa perusahaan industri tersebut melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual seperti antara lain Hak Cipta, Paten atau Merek.

Peringatan tertulis diberikan kepada Perusahaan Industri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.


Terhadap Perusahaan Industri yang :

a.     tidak melakukan perbaikan walaupun telah mendapat peringatan sebanyak 3 (tiga ) kali.;
b.     melakukan perluasan yang hasil produksinya untuk tujuan pasaran ekspor tetapi dipasarkan di dalam negeri;
c.     sedang diperiksa dalam sidang Badan Peradilan karena didakwa melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual antara lain Hak Cipta, Paten dan Merek,

IUI atau TDI perusahaan yang bersangkutan dibekukan. Pembekuan IUI atau TDI bagi Perusahaan Industri berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Usaha Industri.

Pembekuan IUI atau TDI bagi Perusahaan Industri yang berkaitan dengan sedang diperiksanya dalam sidang Badan Peradilan karena didakwa melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual antara lain Hak Cipta, Paten dan Merek, berlaku sampai dengan ada Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap.

Apabila dalam masa pembekuan izin Perusahaan Industri yang bersangkutan telah melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan ini, izinnya dapat diberlakukan kembali.

IUI/TDI dapat dicabut apabila :

a.     IUI/TDI dikeluarkan berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau dipalsukan oleh perusahaan yang bersangkutan;
b.     Perusahaan Industri yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku setelah melampaui masa pembekuan;
c.     Perusahaan industri yang bersangkutan memproduksi jenis industri tidak sesuai dengan ketentuan SNI wajib;
d.     Perusahaan Industri yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman atas pelanggaran HAKI oleh Badan Peradilan yang berkekuatan tetap.
e.     Perusahaan yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan IUI/TDI.

Pencabutan IUI/TDI dilakukan secara langsung tanpa diperlukan adanya peringatan tertulis. Pejabat yang berwenang untuk mencabut IUI/TDI adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri untuk menerbitkan IUI/TDI.


INFORMASI INDUSTRI

Perusahaan Industri yang telah memperoleh IUI wajib menyampaikan InformasiIndustri secara berkala kepada Pejabat yang berwenang memberikan IUI dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Jenis Industri yang bersangkutan mengenai kegiatan usahanya menurut jadwal sebagai berikut :

a.     untuk 6 (enam) bulan pertama tahun yang bersangkutan selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Juli.
b.     untuk kurun waktu 1 (satu) tahun selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya

Perusahaan Industri yang telah memperoleh TDI wajib menyampaikan Informasi Industri kepada Pejabat yang mengeluarkan TDI setiap tahun selambat-lambatnya tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Industri Kecil dan Dagang Kecil.

Semua jenis industri dalam Kelompok Industri Kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya dibawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Informasi Industri.


SANKSI PIDANA

Ketentuan berkaitan dengan pidana diatur dalam Undang-undang Perindustrian. dan tata cara pelaksanaan ketentuan pidana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


B. Penanaman Modal Dalam Negeri & Penanaman Modal Asing (Pertemuan 4)


Sumber Hukum:

q  KEPUTUSAN MENTERI NEGARA INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 38/SK/1999 TANGGAL 6 OKTOBER 1999 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL YANG DIDIRIKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING.


Calon penanam modal yang akan melakukan kegiatan penanaman modal dalam rangka PMDN wajib mengajukan permohonan penanaman modal kepada :

a. Meninves/Kepala BKPM; atau
b. Ketua BKPMD setempat.


Calon penanam modal yang akan melakukan kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA wajib mengajukan permohonan penanaman modal kepada :

a. Meninves/Kepala BKPM; atau
b. Kepala Perwakilan RI setempat; atau
c. Ketua BKPMD setempat.


q  Surat Persetujuan (SP) PMDN dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD setempat.
q  Surat Persetujuan (SP) PMA dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM, atau Menteri Luar Negeri dalam hal ini Kepala Perwakilan RI setempat atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD setempat
q  Penanam modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh perizinan pelaksanaan penanaman modal yang diperlukan untuk melaksanakan penanaman modalnya.


Permohonan izin pelaksanaan diajukan kepada :

a.    Meninves/Kepala BKPM, bagi yang memperoleh persetujuan penanaman modal dari Meninves/Kepala BKPM atau dari Menteri Luar Negeri dalam hal ini Kepala Perwakilan RI setempat atau
b.    Ketua BKPMD setempat, bagi yang memperoleh persetujuan penanaman modal dari Ketua BKPMD setempat atau dari Kepala Perwakilan RI setempat.
c.     Bagi proyek-proyek yang berlokasi di KAPET permohonan izin persetujuan dan izin pelaksanaan diajukan kepada Badan Pengelola KAPET setempat.

Surat Persetujuan Penanaman Modal akan batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan yang nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.

Kegiatan nyata dalam bentuk administrasi yaitu kegiatan memperoleh perizinan berupa :

a.    Izin Lokasi atau perjanjian sewa gedung khusus bidang jasa atau Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atau Kuasa Pertambangan (KP) khusus bidang usaha pertambangan; dan
b.    Rekening bank atas nama perusahaan PMA (khusus bagi perusahaan PMA baru); dan
c.    SP Pabean Barang Modal, dan/atau
d.    APIT; dan/atau
e.    RPTK bagi yang menggunakan TKWNAP; dan/atau
f.     IMB, dan/atau
g.    Izin HO/UUG
h.    Akta Pendirian Perusahaan yang telah disyahkan oleh Menteri Kehakiman untuk perusahaan penyertaan modal.


Kegiatan dalam bentuk fisik merupakan kegiatan yang telah dilakukan untuk :
a.    Bidang industri, telah ada kegiatan pokok berupa pembebasan lahan sekurang-kurangnya 25% dari luas yang tercantum dalam surat persetujuan, atau
b.    Bidang usaha jasa dan jasa penyertaan modal (holding), pada umumnya telah ada kegiatan pokok berupa pembebasan lahan sekurang-kurangnya 25% dari luas yang tercantum dalam surat persetujuan, atau ruang perkantoran/gedung.


Calon penanam modal dalam mengajukan permohonan PMDN dan PMA, berpedoman kepada :

1.    Daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal
2.    Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan
3.    Ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah.


Persetujuan fasilitas dan Izin Pelaksanaan Penanaman Modal yang dikeluarkan Menives/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD terdiri dari :

a.    Persetujuan Pemberitan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan fasilitas perpajakan atas pengimporan barang modal
b.    Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembebasan Bea Masuk atas pengimporan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk keperluan produksi 2 (dua) tahun berdasarkan kapasitas terpasang.
c.    Persetujuan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah untuk usaha industri tertentu
d.    Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT)
e.    Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (RPTK)
f.     Keputusan tentang Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (IKTA)
g.    Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan perbaruan IUT.


Izin pelaksanaan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :

a. Izin Lokasi
b. Izin Undang-undang Gangguan (UUG)/HO
c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN dapat diajukan oleh :

q  Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), Firma (Fa) Badan Usaha Koperasi, BUMN, BUMD,atau Perorangan Permohonan penanaman modal baru sebagaimana dimaksud diajukan kepada :
a. Meninves/Kepala BKPM; atau
b. Ketua BKPMD setempat

Dalam hal permohonan penanaman modal baru yang berlokasi di 2 (dua) propinsi atau lebih, diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM

Persetujuan atas permohonan penanaman modal sebagaimana dimaksud dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM dalam bentuk Surat persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN), disampaikan kepada pemohon dengan tembusan kepada instansi terkait :

a.    Menteri Dalam Negeri;
b.    Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal ybs;
c.    Menteri Keuangan;
d.    Menteri Negara Agraria/Kepala BPN;
e.    Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal;
f.     Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (apabila ada kemitraan dengan Usaha Kecil);
g.    Gubernur Bank Indonesia;
h.    Gubernur Kepala Daerah Propinsi ybs;
i.     Direktur Jenderal Teknis ybs.
j.     Direktur Jenderal Pajak
k.    Direktur Jenderal Bea dan Cukai
l.     Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan
m.  Ketua BKPMD ybs
n.    Kepala Dinas instansi teknis Kabupaten/Kota terkait.

Persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan yang telah lengkap dan benar diterima..

Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal SP-PMDN dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata, maka SP-PMDN tersebut akan batal dengan sendirinya.

Penetapan jangka waktu penyelesaian proyek, yang tercantum dalam Surat Persetujuan Penanaman Modal, disesuaikan dengan skala investasi atau bidang usaha.


Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh :

a.    Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA; atau
b.    Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.

Permohonan penanaman modal baru ini diajukan kepada :

a. Meninves/Kepala BKPM; atau
b. Kepala Perwakilan RI setempat; atau
c. Ketua BKPMD setempat.

Dalam hal permohonan penanaman modal baru yang berlokasi di 2 (dua) propinsi atau lebih, diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM.

Berdasarkan penilaian terhadap permohonan penanaman modal, Meninves/Kepala BKPM atau Menteri Luar Negeri dalam hal ini Kepala Perwakilan RI setempat atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD setempat, mengeluarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (SP-PMA), disampaikan kepada pemohon dengan tembusan kepada :

a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal ybs;
c. Menteri Kesehatan
d. Menteri Negara Agraria/Kepala BPN;
e. Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal;
f.     Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (apabila ada kemitraan dengan Usaha Kecil);
g. Duta Besar/Kepala Perwakilan negara asal peserta asing di Indonesia;
h. Duta Besar/Kepala Perwakilan RI di negara asal peserta asing;
i. Gubernur Bank Indonesia;
j. Gubernur Kepala Daerah Propinsi ybs;
k. Direktur Jenderal Teknis ybs;
l. Direktur Jenderal Pajak;
m. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
n. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan;
o. Ketua BKPMD ybs;
p. Kepala Dinas Instansi Teknis Kabupaten/Kota terkait.

Bagi surat persetujuan yang dikeluarkan oleh Ketua BKPMD setempat tembusan Surat Persetujuan sebagaimana tersebut dalam ayat (5) ditambahkan kepada Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Bagi surat persetujuan yang dikeluarkan oleh Kepala Perwakilan RI setempat tembusan Surat Persetujuan ditambahkan kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Persetujuan  diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan yang telah lengkap dan benar diterima.

Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal SP-PMA dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata, akan batal dengan sendirinya.

Penetapan jangka waktu penyelesaian proyek yang tercantum dalam Surat Persetujuan Penanaman Modal, disesuaikan dengan skala investasi atau bidang usaha.
IZIN USAHA TETAP

Perusahaan penanaman modal wajib memiliki Izin Usaha Tetap (IUT) untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan produksi komersial.

IUT diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan yang  telah lengkap dan benar diterima.
Bagi perusahaan industri yang berlokasi di Kawasan Industri, Surat Persetujuan Penanaman Modal dinyatakan berlaku sebagai perizinan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan kegiatan produksi komersial. Apabila perusahaan sudah berproduksi komersial, wajib membuat Surat Pernyataan Siap Berproduksi dan menyampaikan ke BPKM atau BKPMD.Berdasarkan Surat Pernyataan Siap Berproduksi tersebut, selanjutnya BPKM atau BKPMD langsung menerbitkan IUT.
IUT berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun sejak produksi komersial dimulai bagi perusahaan PMA dan selama perusahaan berproduksi/beroperasi bagi perusahaan PMDN. Perusahaan PMA yang melaksanakan perluasan usaha diberikan perpanjangan IUT dengan jangka waktu selama 30 tahun terhitung sejak produksi komersial proyek perluasan usaha dimulai.


PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PMA MENJADI PMDN

Permohonan perusahaan PMA yang seluruh kepemilikan sahamnya menjadi milik peserta Indonesia yang Surat Persetujuannya dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD atau Kepala Perwakilan RI wajib diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD, agar perusahaan tsb berubah status menjadi PMDN

Persetujuan sebagaimana dimaksud diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima dan telah dinyatakan bahwa permohonan telah lengkap dan benar.


PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PMDN ATAU NON PMA/PMDN
MENJADI PERUSAHAAN PMA

Perusahaan PMDN atau non PMA/PMDN yang telah sah berbadan hukum yang sahamnya akan dibeli oleh perusahaan PMA dan atau badan hukum asing dan atau warga negara asing, wajibmengajukan permohonan perubahan status menjadi PMA kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD.

Pembelian saham perusahaan dapat dilakukan hanya apabila  bidang usaha perusahaan dimaksud tidak dinyatakan tertutup bagi penanaman modal yang dalam modal perusahaan ada pemilikan warga negara asing dan/atau badan hukum asing.

Persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan yang telah lengkap dan benar diterima.


ANGKA PENGENAL IMPORTIR TERBATAS (APIT)

Perusahaan PMDN atau perusahaan PMA yang akan melaksanakan sendiri pengimporan barang modal dan/atau bahan baku/penolong, wajib memiliki Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT).

Permohonan untuk memperoleh APIT bagi perusahaan yang Surat Persetujuan penanaman modalnya dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM.

Surat Persetujuan penanaman modalnya dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD, diajukan kepada Ketua BKPMD.
Permohonan untuk memperoleh APIT bagi perusahaan PMA yang SP-PMA-nya dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan RI, diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM dan atau kepada Ketua BKPMD.

APIT diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak permohonan yang telah lengkap dan benar diterima.
APIT berlaku sejak ditetapkan dan berlaku untuk seluruh wilayah RI selama perusahaan ybs masih berproduksi.

Bagi perusahaan yang kegiatannya termasuk di bidang jasa perdagangan dan akan mengimpor barang-barang yang akan diperdagangkan, maka APIT yang telah dimiliki berlaku juga sebagai Angka Pengenal Importir Umum (APIU), dan apabila belum memiliki APIT, dapat mengajukan permohonan APIT yang sekaligus berlaku pula sebagai APIU.


IZIN KERJA BAGI TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG

Perusahaan PMDN atau perusahaan PMA yang akan memperkerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (RPTK).

a.    Permohonan untuk memperoleh RPTK  untuk perusahaan yang surat persetujuan penanaman modalnya dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM, diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM.

b.    Permohonan untuk memperoleh RPTK untuk perusahaan yang surat persetujuan penanaman modalnya dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Ketua BKPMD, diajukan kepada Ketua BKPMD.

Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) pada perusahaan PMDN dan perusahaan PMA serta Kantor Perwakilan Wilayah Perusahaan Asing (KPWPA) yang sudah siap datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Tinggal Terbatas (VITAS) yang dikeluarkan oleh Kepala Perwakilan RI.

Untuk mendapatkan VITAS, perusahaan harus memiliki rekomendasi dari BKPM atau BKPMD.

Rekomendasi atas permohonan dikeluarkan oleh Direktur Perizinan dan Fasilitas BKPM disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi.

Perusahaan ybs mengajukan permohonan penerbitan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) kepada Kantor Imigrasi setempat dengan menggunakan formulir KITAS dan melampirkan bukti kartu embarkasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah TKWNAP datang dengan VITAS.

TKWNAP yang telah memperoleh VITAS dan akan bekerja di Indonesia wajib memperoleh IKTA.

Permohonan IKTA diajukan oleh sponsor kepada Ketua BKPMD setempat atau kepada Meninves/Kepala BKPM untuk TKWNAP yang berlokasi lebih dari 1 (satu) Propinsi atau bagi KPWPA.

Persetujuan permohonan IKTA dikeluarkan oleh Ketua BKPMD untuk Menives/Kepala BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja dalam bentuk SK-IKTA dan Buku Legitimasi, disampaikan kepada pemohon dengan tembusan kepada Kantor Dep. Tenaga Kerja setempat.
Persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak permohonan yang lengkap dan benar diterima.
TKWNAP di luar Direksi dan Komisaris yang telah bekerja selama 3 (tiga) tahun berturur-turut di Indonesia harus keluar dari wilayah Indonesia dengan status Exit Permit Only (EPO). Apabila TKWNAP  masih diperlukan oleh perusahaan, perusahaan sponsor wajib menempuh prosedur baru dengan mempergunakan rekomendasi berdasarkan RPTK yang berlaku dilengkapi dengan rekaman bukti EPO.

PENANAMAN MODAL DI DAERAH KAWASAN BERIKAT DAN DI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET)

Permohonan Penanaman Modal baik untuk PMDN maupun PMA diajukan kepada penyelenggara Kawasan Berikat bagi yang berlokasi di Kawasan Berikat dan diajukan kepada BP-KAPET bagi yang berlokasi di KAPET.

Penyelenggara Kawasan Berikat atau KAPET yang telah mendapat pelimpahan kewenangan, menilai permohonan proyek baru, perluasan dan perubahan dalam rangka PMDN, serta memberikan persetujuan atas nama Meninves/Kepala BKPM.

Penyelenggara Kawasan Berikat atau KAPET yang telah mendapat pelimpahan kewenangan, menilai permohonan baru, perluasan dan perubahan dalam rangka PMA yang berlokasi di Kawasan Berikat atau di KAPET dan hasil penilaian permohonan tersebut disampaikan kepada Meninves/Kepala BKPM, yang selanjutnya mengeluarkan persetujuan atas permohonan tsb dan menyampaikan kepada pemohon dalam bentuk SP melalui penyelenggara Kawasan Berikat atau KAPET.

Penyelenggara Kawasan Berikat atau KAPET yang telah mendapat pelimpahan kewenangan, menyelenggarakan penilaian permohonan izin-izin pelaksanaan penanaman modal yang diperlukan dan mengeluarkan persetujuan atas permohonan tsb untuk disampaikan kepada pemohon dalam bentuk SP/SK.

S A N K S I

Apabila pemohon persetujuan penanaman modal dengan sengaja memalsukan data dan atau dokumen yang dilampirkan maka permohonan ybs. menjadi tidak sah dan persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah menjadi batal dan ybs dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
 http://repository.binus.ac.id/maincourse/J004499917.8.Hukum_Investasi._